Owner Kosmetik di Makassar yang Gemar Flexing Bisa Dijerat Kejahatan Perpajakan dan TPPU.

- Sabtu, 1 April 2023 | 17:42 WIB
Foto: Direktur Lembaga Anti Korupsi LAKSUS Sulsel Muhammad Ansar
Foto: Direktur Lembaga Anti Korupsi LAKSUS Sulsel Muhammad Ansar

MAKASSAR, Suaraburuh.com --Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) meminta Dirjen Pajak menelusuri laporan perpajakan puluhan owner kosmetik Makassar, yang gemar flexing atau mengumbar barang barang mewah di media sosial. Para owner itu bisa dijerat tindak pidana kejahatan perpajakan.

"Saya menduga ada masalah pada laporan perpajakan mereka. Coba kita kalkulasi, barang barang mewah yang mereka pamer itu nilainya fantastis. Artinya mereka punya pendapatan besar. Pertanyaannya, bagaimana ketaatan mereka membayar pajak. Sudahkah mereka penuhi?" ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Sabtu (1/4/2023).


Ia juga meminta KPK selidiki semua owner Kosmetik ilegal yang ada di kota Makassar dikarenakan dirinya Mengirup aroma dugaan pencucian uang jadi bisa dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

"Karena harta para owner sumbernya dari kejahatan yakni menjual beragam kosmetik secara ilegal, lalu duitnya dicuci dengan membeli rumah rumah mewah dan segalanya dan itu sangat jelas sumbernya dari penjualan kosmetik secara ilegal" tegasnya Ansar Sapaan akrab Direktur Laksus

Foto: Owner Kosmetik di Makassar Pamer Kekayaan.
Foto: Owner Kosmetik di Makassar Pamer Kekayaan.


Menurut Ansar, jika kewajiban pajak mereka tak ditunaikan dengan layak, di sinilah implikasi hukumnya. Kata Ansar, para penggemar flexing ini bisa dijerat kejahatan pidana perpajakan.

"Itu yang harusnya dikejar Dirjen Pajak. Sebab nilainya luar biasa besar. Kami menduga, mereka selama ini belum tersentuh kewajiban pajak. Mereka memang sengaja menghindari pajak dengan cara tidak melengkapi usaha mereka dengan badan hukum," tandas Ansar.

Kemungkinan lain kata Ansar, para owner kosmetik melakukan pemalsuan data dengan cara mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT mereka. Sehingga yang mereka bayar tak sebanding dengan barang barang mewah yang kerap mereka umbar ke publik.

"Dalam UU jelas bahwa setiap orang yang
dengan sengaja tidak menyetorkan pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara bisa dipidana. Atau bisa dengan penyanderaan atau gijzeling. Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum
yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal. Gijzeling dilaksanakan apabila wajib pajak benar-benar sudah membandel," papar Ansar.

Foto: Kalung Emas Milik Owner Kosmetik di Makassar
Foto: Kalung Emas Milik Owner Kosmetik di Makassar

Berdasarkan aturan yang ada, negara berhak melakukan gijzeling atau penyanderaan berupa penyitaan atas badan orang yang berutang pajak. Selain itu, bisa juga melakukan suatu
penyitaan, tetapi bukan langsung atas kekayaan, melainkan secara tidak langsung, yaitu diri orang yang berutang pajak. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mengatur penagihan utang pajak kepada wajib pajak melalui upaya penegakan hukum.

Laksus dalam hasil penelusurannya menemukan bahwa DJP mencatat tingkat kepatuhan formal pajak sebesar 76,86%, di mana rasio tersebut meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 72,9%. DJP menerima 14,6 juta SPT dari yang seharusnya ada 19 juta wajib pajak yang menyampaikan SPT, baik dari wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Dari sektor UMKM, tercatat baru
2 juta UMKM yang telah membayar pajak dari total 60 juta UMKM yang telah terdaftar sebagai wajib pajak di Indonesia. Angka ini mencerminkan kesadaran pajak yang masih rendah dari wajib pajak Indonesia.

Foto: Tas Emas Milik Owner Kosmetik di Makassar
Foto: Tas Emas Milik Owner Kosmetik di Makassar

Halaman:

Editor: Kristianus Nardi Jaya

Tags

Terkini

X