Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani,mengatakan bahwa kondisi APBN dibuat defisit (minus) atau balance (nol) itu merupakan persoalan pilihan.
Pilihan tersebut disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat dan kemampuan masyarakat dalam memberikan penerimaan negara.
Mengingat Indonesia masih memiliki banyak kebutuhan sedangkan penerimaan negara belum mampu memenuhi semua kebutuhan tersebut maka diambil keputusan defisit anggaran untuk membuat ekonomi Indonesia tetap sehat.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 Menurun
"Jadi persoalannya itu sering pilihan, kalau kita membuat defisit itu bukan karena kita hobi bikin defisit apalagi dibilang hobi ngutang. Itu adalah sebuah desain, Indonesia butuh apa? Ada yang tadi masih menganggur, ada masyarakat miskin, ada yang butuh infrastruktur, ada yang butuh rumah sakit," jelasnya dalam seminar bertema "kondisi ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik", Jumat (3/1/2023).
"Kebutuhannya banyak banget, itu kita seleksi sampai Rp 3.090 triliun. Penerimaan negara belum mencapai Rp 3.090 triliun, pilihannya akan dipotong nggak (anggaran) sampai sama dengan penerimaan negara? Atau penerimaan negara digenjot sampai Rp 3.000 triliun? nanti Anda bilang 'Bu saya napas aja sekarang dipajakin'. Jadi semuanya itu the right balancing," lanjutnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Pemerintah Indonesia menembus Rp7.733,99 triliun hingga akhir 2022, dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) 39,57%. Menurut bendahara negara ini, angka tersebut masih dalam kategori sehat.
Baca Juga: Tokoh Masyarakat Wajib Berperan Aktif Meredam KST
"Jadi kalau kita ingin utangnya turun atau Anda sebut yang sehat, 39% itu sehat sebetulnya. Anda itu terobsesi dianggapnya sehat itu yang nggak ada utang, nggak ada, semua negara mau Brunei, mau Saudi Arabia, dia punya utang," pungkasnya.***